Penggunaan “Konversi” dalam Jadwal Waktu Salat

06 Juli 2014

 DALAM studi astronomi Islam persoalan awal waktu salat merupakan kajian yang masih terlantar. Hasil penelitian penulis pada tahun 2013 menunjukkan bahwa objek kajian astronomi Islam yang paling diminati adalah persoalan awal bulan kamariah. Kondisi ini dapat dimaklumi karena permasalahan yang sering muncul di permukaan adalah penentuan awal bulan kamariah, khususnya penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Permasalahan awal waktu salat termasuk jarang diteliti. Mengapa? selama ini di tengah-tengah masyarakat terdapat jadwal waktu salat abadi sehingga terkesan seolah-olah awal waktu salat tidak ada masalah.

Namun sejak hadirnya tulisan Syaikh Mamduh Farhan al-Buhari yang berjudul “Salah Kaprah Waktu Subuh” dimuat majalah Qiblati secara bersambung kemudian dibukukan dengan judul “Koreksi Awal Waktu Subuh” kajian awal waktu salat mulai dilirik para pengkaji, seperti Formulasi Penentuan Awal Waktu Sholat yang Ideal oleh Yuyun Hudzaifah, Awal Waktu Salat Subuh Perspektif Muhammadiyah oleh Luqman, dan Syafaq & Fajar Verifikasi dengan Aplikasi Fotometri Tinjauan Syar’i dan Astronomi ditulis oleh Nihayatur Rohmah.

Sebetulnya dalam sejarah pemikiran astronomi Islam penggunaan konversi atau koreksi daerah yang merupakan isu penting berkaitan awal waktu salat pernah dilontarkan oleh Basit Wahid dalam artikelnya yang berjudul Penentuan Waktu-waktu Shalat dan dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah, No. 8/81/1996. Dalam uraiannya, Basit Wahid menyatakan bahwa jadwal waktu salat sebaiknya disusun berdasarkan kota masing-masing dan menghindari penggunaan sistem konversi daerah dengan menambah dan mengurangi.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Dimsiki Hadi yang menyatakan : ”Konversi waktu yang berlaku selama ini sebenarnya hanyalah berlaku tatkala matahari berada di atas ekuator. Dalam keadaan ini lama waktu siang dan malam untuk semua tempat di Bumi ini sama yaitu masing-masing 12 jam. Tetapi dalam realitasnya matahari tidak selamanya berada di ekuator. Hal inilah yang menyebabkan konversi waktu salat tidak konstan sepanjang tahun”. Bahkan ia pernah mengirim surat ke Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar meniadakan penggunaan konversi dalam pembuatan kalender Islam.

Konversi atau koreksi daerah merupakan sebuah langkah yang ditempuh melalui penambahan atau pengurangan dalam menit sebagai upaya penyesuaian apabila jadwal waktu salat digunakan di daerah atau kota lain. Misalnya markaz perhitungan jadwal waktu salat menggunakan kota Yogyakarta. Jika hasil perhitungan digunakan untuk kota Bandung maka ditambah 11 menit karena posisi kota Bandung sebelah Barat kota Yogyakarta. Namun jika hasil perhitungan tersebut digunakan untuk kota Banyuwangi maka dikurangi 16 menit karena posisi kota Banyuwangi berada di sebelah Timur kota Yogyakarta.

Selengkapnya perhatikan hasil perhitungan berikut. Pada tanggal 24 Februari 2014 jadwal waktu salat di Yogyakarta adalah Zuhur = 11.54, Asar = 15.02, Magrib = 18.04, Isyak = 19.14, dan Subuh = 04.27 WIB. Jika hasil perhitungan ini digunakan untuk membuat jadwal waktu salat di Bandung maka ditambah 11 menit (Zuhur = 12.05, Asar = 15.13, Magrib = 18.15, Isyak = 19.25, dan Subuh = 04.38 WIB). Apabila jadwal waktu salat kota Bandung dihitung secara langsung maka hasilnya sebagaimana tertera dalam ALMANAK ISLAM 1435 yaitu Zuhur = 12.05, Asar = 15.11, Magrib = 18.13, Isyak = 19.23, dan Subuh = 04.38 WIB. Sementara itu jika dilakukan konversi untuk jadwal waktu salat kota Banyuwangi,  Zuhur = 11.38, Asar = 14.56, Magrib = 17.48, Isyak = 18.58, dan Subuh = 04.11 WIB. Hasil perhitungan langsung menunjukkan jadwal waktu salat kota Banyuwangi adalah Zuhur = 11.37, Asar = 14.42, Magrib = 17.46, Isyak = 18.57, dan Subuh = 04.09 WIB.

Berdasarkan kasus di atas dapat disimpulkan bahwa pembuatan jadwal waktu salat menggunakan konversi dan perhitungan langsung memiliki selisih paling kecil 1 menit dan paling besar 14 menit. Dalam realitas empiris hingga kini konversi masih digunakan dan dimuat dalam berbagai kalender yang berkembang di Indonesia.

Menurut penulis, di era teknologi informasi pembuatan jadwal waktu salat setiap kota bukanlah hal yang sulit. Apalagi kini telah beredar berbagai perangkat lunak dan jadwal waktu salat digital dengan beragam bentuk dan variasi. Meskipun demikian penggunaan jam waktu salat digital perlu mendapatkan “sertifikasi” dari Badan Hisab Rukyat agar tidak menimbulkan permasalahan baru. Baru-baru ini penulis melakukan survei jadwal waktu salat digital beberapa masjid di wilayah kodya Yogyakarta, yaitu Masjid Mubarok Danurejan Yogyakarta, Masjid Al-Munawaroh Timoho Yogyakarta, dan Masjid Al-Anaab Ngeksigondo Kotagede Yogyakarta. Hasil pengamatan penulis ditemukan jadwal waktu salat digital pada masjid Al-Munawaroh dan Al-Anaab sama, sedangkan Masjid Mubarok tidak sama pada awal waktu Asar dan Magrib.

Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.

Bukit Angkasa, 9 Ramadan 1435/6 Juli 2014, pukul 03.00 WIB

Susiknan Azhari

Sumber Foto : Dokumen Museum Astronomi Islam

Leave a Reply