
DALAM proses penyatuan kalender Islam baik nasional maupun internasional, kriteria visibilitas hilal dianggap memenuhi syarat astronomis dan sebagai “jalan tengah” antara hisab dan rukyat. Hal ini tampak pada keputusan hasil konferensi penyatuan kalender Islam di Turki 1437/2016 dan pertemuan anggota MABIMS di Teluk Kemang Negeri Sembilan Malaysia 1437/2016 yang lalu.
Di Indonesia diskusi tentang visibilitas hilal sudah berlangsung lama. Salah satunya adalah kitab “Iqadzun Niyam fima yataallaqu bi al-ahillah wa Siyam” karya Sayyid Usman ibn Yahya (w. 1331 H/1914. Menurutnya hilal tidak mungkin dapat dilihat apabila ketinggiannya kurang dari 7 derajat. Sementara itu Fath ar-Rauf al-Mannan karya Abu Hamdan Abdul Jalil sebagaimana dikutip oleh Asadurrahman tidak menyebutkan batas minimal visibilitas hilal.
Perlu dicatat sepanjang penelusuran penulis terhadap karya-karya astronomi Islam yang mengkaji tentang visibilitas hilal belum ditemukan pengertian anggitan visibilitas hilal secara komprehensif. Mayoritas karya hanya menyebutkan kemungkinan hilal dapat dilihat apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Akibatnya muncul pertentangan antara teori dan praktik meskipun syarat-syarat yang ditentukan terus berkembang. Bahkan ada usulan syarat visibilitas hilal cukup elongasi sebagai jalan tengah karena elongasi bersifat stabil, sedangkan ketinggian tergantung letak geografis.
Kenyataan ini perlu disadari bersama agar dapat dicari formula yang lebih realistis sehingga tidak menimbulkan jurang pemisah antara bangunan teori dan praktik di Lapangan. Kasus awal Muharam dan Jumadil Awal 1438 H dapat dijadikan bahan evaluasi bagi para pengkaji sistem kalender Islam. Pada penentuan permulaan Jumadil awal 1438 dilaporkan terjadi perbedaan. Saudi Arabia menentukan pada hari Sabtu bertepatan dengan tanggal 28 Januari 2017 (Al-Madinah), sedangkan Mesir (Al-Ahram) dan Bahrain (Al-Ayyam) menetapkan pada hari Ahad 29 Januari 2017. Keputusan Mesir dan Bahraian ini juga diikuti umat Islam di Kawasan Asia Tenggara (MABIMS).
Dalam konteks Indonesia terjadi perbedaan pula. Kalender Muhammadiyah 2017 dan Taqwim Standar Indonesia 2017 oleh Kementerian Agama RI menetapkan permulaan Jumadil Awal 1438 H jatuh pada hari Ahad 29 Januari 2017. Di sisi lain Almanak Islam 1438 H yang diterbitkan oleh PERSIS dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan permulaan Jumadil Awal 1438 H jatuh pada hari Senin bertepatan dengan tanggal 30 Januari 2017.
Pada Almanak Islam PERSIS disebutkan pada hari Sabtu 28 Januari 2017 posisi hilal belum memenuhi visibilitas hillal yang dipedomani sehingga umur bulan yang sedang berlangsung digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. Sementara itu PB NU mengeluarkan “Ikhbar” yang disampaikan oleh K.H. Ghozali Masroeri, argumentasi yang digunakan NU karena tim rukyatul hilal yang diselenggarakan pada hari Sabtu petang 28 Januari 2017 tidak berhasil melihat hilal maka umur bulan Rabiul Akhir 1438 digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari dan permulaan Jumadil Awal 1438 jatuh pada hari Senin 30 Januari 2017.
Kasus di atas juga diikuti Australian National Crescent Sighting Coordination Centre sebagaimana disampaikan oleh Javed Iqbal bahwa hilal tidak berhasil dilihat pada hari Sabtu 28 Januari 2017 maka umur bulan Rabiul Akhir 1438 digenapkan. Selanjutnya Islamic Crescents’ Observation Project (ICOP) juga melaporkan perbedaan penentuan Jumadil Awal 1438 H, disebutkan dalam website resmi ICOP bahwa Indonesia dan Amerika Serikat menentukan hari Ahad 29 Januari 2017 sebagai permulaan Jumadil Awal 1438, sedangkan Iran dan Maroko menentukan pada hari Senin 20 Januari 2017.
Kondisi semacam ini akan terus berlangsung jika pemilik otoritas tidak melakukan langkah strategis. Pemikiran kembali dan uji sahih visibilitas hilal perlu dilakukan secara terbuka dan transparan. Dengan kata lain data yang terkumpul selama ini dipilih dan dipilah berapa prosentase yang teruji dan berapa prosentase yang tidak terbukti. Dengan demikian akan tergambar sejauhmana validitas visbilitas hilal yang dipedomani dengan merujuk konsep yang diyakini sekaligus membuka ruang untuk menghadirkan “new paradigm”. Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.
Bukit Angkasa, 13 Jumadil Awal 1438/ 10 Februari 2017, pukul 05.00 WIB
Susiknan Azhari
Sumber Foto : Dokumen Museum Astronomi Islam.